
40 Hadits
Tentang Puasa Ramadhan
Hadits ke -1 Keutamaan Satu Hari Berpuasa
Hadits ke -1 Keutamaan Satu Hari Berpuasa
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : “ مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بَعَّدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا. رواه البخاري
Dari Abu said radiallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “siapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah maka Allah jauhkan wajahnya dari neraka sejauh 70 tahun (Perjalanan). HR. Bukhori, 2840
Penjelasan:
“Allah Azza wa Jalla memerintahkan puasa, dan menjanjikan pahala yang besar atasnya, baik itu puasa wajib maupun puasa sunnah.
Dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keutamaan puasa sunnah. Puasa adalah: menahan diri dengan niat beribadah dari makan, minum, dan segala hal yang membatalkan puasa, serta berhubungan suami istri, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Ucapan beliau, ‘di jalan Allah’, maksudnya: saat berjihad, kecuali jika orang yang berpuasa khawatir lemah saat bertemu musuh, maka berbuka lebih utama baginya agar kuat dalam berperang. Dikatakan juga: yang dimaksud dengan jalan Allah adalah: ikhlas karena Allah Azza wa Jalla, meskipun tidak sedang berjihad. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa Allah Azza wa Jalla menjanjikan bagi siapa saja yang melakukan hal itu untuk menjauhkan antara dirinya dan neraka sejauh tujuh puluh musim gugur, yaitu: tujuh puluh tahun, karena setiap kali musim gugur berlalu, maka satu tahun telah lewat. Ini menunjukkan jauhnya neraka dari orang yang berjihad sambil berpuasa, atau orang yang berpuasa dengan mengharap ridha Allah Azza wa Jalla.
Dalam hadis ini terdapa dorongan dan anjuran untuk puasa sunnah.”
Hadits ke -2 Terkabulnya Do'a Orang Yang Berpuasa
Hadits ke -2 Terkabulnya Do’a Orang Yang Berpuasa
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : “ ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ ؛ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ، وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا اللَّهُ فَوْقَ الْغَمَامِ، وَيَفْتَحُ لَهَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ، وَيَقُولُ الرَّبُّ : وَعِزَّتِي لَأَنْصُرَنَّكِ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ “. رواه الترمذي
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tiga orang yang tidak ditolak doanya; orang yang berpuasa hingga ia berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang yang terzalimi. Allah mengangkatnya di atas awan, membukakan pintu-pintu langit untuknya, dan Rabb berfirman: Demi kemuliaan-Ku, sungguh Aku akan menolongmu, meskipun setelah beberapa waktu.’ (HR. Tirmidzi)
Penjelasan:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada kita sebab-sebab dikabulkannya doa, dan menjelaskan sifat-sifat orang yang doanya diterima oleh Allah. Dalam hadis ini, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tiga orang yang tidak ditolak doa mereka’, yaitu: dikabulkan doa mereka, baik doa itu untuk diri mereka sendiri maupun untuk orang lain.
Sebagian Ulama ada yang mengatakan bahwa cepatnya pengabulan doa adalah karena kebaikan orang yang berdoa, atau karena ia merendahkan diri dalam berdoa kepada Allah Ta’ala.
Penyebutan bilangan (tiga) tidaklah untuk membatasi jumlah kategori orang yang diterima, tetapi untuk menjelaskan bahwa ketiga kategorinya termasuk orang-orang yang dikabulkan doánya.
‘Pemimpin yang adil’, yang dimaksud adalah pemegang kekuasaan tertinggi, dan termasuk di dalamnya setiap orang yang memegang urusan kaum Muslimin lalu berlaku adil di dalamnya, dan mengikuti perintah Allah dengan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya, tidak berlebihan dan tidak pula meremehkan, sebagaimana firman Allah Ta’ala tentang mereka: (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (QS. Al-Hajj: 41).
Pemimpin yang adil didahulukan penyebutannya karena manfaatnya yang luas, dan dikabulkannya doanya adalah hasil dari penentangannya terhadap hawa nafsu, kesabarannya dalam menahan diri dari melaksanakan apa yang diinginkan oleh syahwat, ketamakan, dan amarahnya, padahal ia mampu mencapai tujuannya dari hal itu. Sesungguhnya pemimpin yang adil diajak oleh seluruh dunia untuk mengikutinya, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta alam’. Dan inilah makhluk yang paling bermanfaat bagi hamba-hamba Allah, karena jika ia baik, maka seluruh rakyat akan baik.
‘Orang yang berpuasa hingga ia berbuka’, ini berlaku untuk semua orang yang berpuasa, khususnya di bulan Ramadhan. Maka, orang yang berpuasa hendaknya memanfaatkan waktu ini dan berdoa dengan hati yang hadir dan yakin akan dikabulkan, pada waktu yang diharapkan dikabulkan doa.
Karena itu adalah waktu merendahkan diri dan tunduk di hadapan Allah Ta’ala, di samping ia sedang berpuasa dan mengulang-ulang doa. Dalam riwayat Ibnu Majah dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah memiliki orang-orang yang dibebaskan (dari neraka) pada setiap waktu berbuka, dan itu terjadi setiap malam’. Maka, siapa saja yang berdoa kepada Rabbnya dengan hati yang hadir dan doa yang disyariatkan, dalam keadaan berpuasa, dan tidak ada penghalang yang mencegah dikabulkannya doa seperti makan makanan haram dan semisalnya, maka Allah Ta’ala telah menjanjikan pengabulan doa kepadanya.
‘Doa orang yang terzalimi diangkat di atas Ghomam pada hari kiamat‘, yaitu: di atas awan, ‘dan dibukakan pintu-pintu langit untuknya, dan Rabb Azza wa Jalla berfirman, ‘Demi kemuliaan-Ku, sungguh Aku akan menolongmu, meskipun setelah beberapa waktu’, yaitu: meskipun setelah masa dan waktu yang lama. Ini adalah peringatan keras, ancaman, dan janji siksa bagi orang-orang yang zalim. Karena agungnya urusan doa tersebut, pintu-pintu langit dibukakan untuknya sendiri, atau untuk malaikat yang mengangkatnya.
Dan Allah Subhanahu mungkin menunda hukuman, karena Dia Maha Penyantun, agar orang yang zalim kembali dari kezaliman dan dosa-dosanya untuk membuat ridha orang-orang yang dizalimi dan bertaubat.
Dalam hadis ini terdapat suatu faidah yaitu:
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi tangguh kepada orang yang zalim, dan tidak membiarkannya.
Hadits ke -3 Keringan Puasa Bagi Wanita Hamil dan Menyusui
Hadits ke -3 Keringan Puasa Bagi Wanita Hamil dan Menyusui
عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : “إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلَاةِ، وَالصَّوْمَ، وَعَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ. رواه النسائي
Dari Anas, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: ‘Sesungguhnya Allah meringankan dari musafir separuh shalat dan puasa, serta dari wanita hamil dan wanita menyusui.’ (HR. An-Nasa’i)
Penjelasan:
Dalam hadis ini terdapat penjelasan tentang keringanan Islam, kelapangan syariatnya, dan kemudahannya, dengan meringankan kewajiban bagi musafir, wanita menyusui, dan wanita hamil, dan termasuk dalam hukum mereka adalah orang-orang yang memiliki kondisi yang sama seperti orang sakit. Di dalamnya juga terdapat penjelasan tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengambil keringanan dari Allah Ta’ala agar menjadi teladan bagi umatnya.
Hadits ke -4 Keutamaan Bulan Ramadhan
Hadits ke -4 Keutamaan Bulan Ramadhan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ “إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ؛ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ“. رواه مسلم
Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ánhu, bahwa Rasulullah shallallahu álaihi wasallam bersabda: “Ketika datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka, dan dibelenggulah para setan.” HR. Muslim.
Penjelasan
Allah ‘azza wa jalla telah melebihkan bulan Ramadhan atas bulan-bulan lainnya, di mana Dia memuliakannya dengan menurunkan Al-Qur’an di dalamnya, mengkhususkannya dengan kewajiban puasa, dan menjadikannya musim dari musim-musim kebaikan dan ampunan.
Dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa jika bulan Ramadhan tiba, pintu-pintu surga dibuka secara hakiki, sebagai bentuk pengagungan dan pemuliaan terhadap bulan ini, serta dorongan bagi manusia untuk bersemangat dalam ketaatan dan beramal kebaikan.
Pintu-pintu neraka ditutup secara hakiki, karena hal itu menjadi pendorong untuk meninggalkan perbuatan keji dan menjauhi maksiat.
Setan-setan dibelenggu, diikat dengan rantai dan dicegah dari mencapai tujuan mereka dalam merusak kaum Muslimin sebanyak yang mereka lakukan di luar Ramadhan.
Dikatakan oleh sebagian ulama bahwa maksud dari pembelengguan di sini adalah setan- setan pencuri pendengaran dibelenggu secara hakiki, karena Ramadhan adalah waktu diturunkannya Al-Qur’an ke langit dunia, dan penjagaan telah dilakukan dengan bintang-bintang yang menembak mereka, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
{Dan penjagaan dari setiap setan yang durhaka} Ash-Shaffat: 7.
Maka, pembelengguan di Ramadhan ditingkatkan sebagai bentuk berlebihan dalam penjagaan. Atau, yang dimaksud dengan setan-setan dalam hadis ini adalah para pembangkang dari kalangan jin, yang paling keras permusuhan dan permusuhannya, bukan semua setan. Inilah jawaban mengapa masih terjadi perbuatan buruk dan maksiat di bulan Ramadhan dari sebagian manusia.
Dan menurut pendapat bahwa semua setan dibelenggu dan dirantai, maka mereka dibelenggu dari orang-orang yang berpuasa dengan puasa yang dijaga syarat-syaratnya, dan dipelihara adab-adabnya. Adapun yang tidak dijaga, maka setan tidak akan dibelenggu dari pelakunya. Demikian juga setan yang dibelenggu mungkin masih bisa menyakiti, tetapi ini lebih sedikit dan lebih lemah daripada yang terjadi di luar Ramadhan. Ini tergantung pada kesempurnaan dan kekurangan puasa. Barang siapa yang puasanya sempurna, maka setan akan ditolak darinya dengan penolakan yang tidak bisa ditolak pada saat puasa yang kurang.
Demikian juga tidak berarti dengan dibelenggunya semua setan, keburukan tidak akan terjadi, karena terjadinya keburukan memiliki sebab-sebab lain, seperti jiwa-jiwa yang buruk dan setan-setan dari kalangan manusia.
Allahu Aĺam.
Hadits ke - 5 Ramadhan Bulan Penghapus Dosa
Hadits ke -5 Ramadhan Bulan Penghapus Dosa
“عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ : “” الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ “”. رواه مسلم
“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Shalat lima waktu, dari Jumat ke Jumat berikutnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya, merupakan penghapus dosa-dosa yang dilakukan di antara keduanya, jika dosa-dosa besar dijauhi.”” HR. Muslim”
Penjelasan
Manusia diciptakan dalam keadaan lemah, ia berbuat salah dan berdosa, serta dikalahkan oleh setan dan hawa nafsu. Allah Ta’ala telah menjadikan baginya perkara-perkara yang menghapus keburukan-keburukan jika ia menjauhi dosa-dosa besar, dan di antaranya adalah melaksanakan ibadah dengan syarat-syaratnya.
Dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepada kita bahwa melaksanakan shalat lima waktu yang diwajibkan setiap hari, melaksanakan shalat Jumat hingga Jumat berikutnya, dan berpuasa Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya, bahwa melaksanakan semua ibadah ini dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya akan menghapus dosa-dosa kecil. Adapun dosa-dosa besar, maka penghapusannya memiliki urusan lain, yaitu taubat.
Dosa-dosa besar yang dimaksud adalah:
1. Setiap dosa yang disebutkan dalam Al-Qur’an, atau Sunnah yang sahih, atau ijma’- bahwa itu adalah dosa besar.
2. Setiap dosa yang dijelaskan berat hukumannya atau di dalamnya terdapat had (hukuman).
3. Setiap dosa yang pelakunya dicela dengan keras atau disebutkan bahwa pelakunya dilaknat.
Dalam hadis ini terdapat penjelasan tentang betapa luasnya rahmat Allah ‘azza wa jalla dan karunia-Nya dengan ampunan dan pemberian pahala yang besar atas amal yang sedikit.
Di dalamnya juga terdapat penjelasan tentang keutamaan shalat dan puasa dalam menghapus dosa-dosa.
Hadits ke - 6 Keutamaan Shalat di Malam Lailatul Qodar
Hadits ke -6 Keutamaan Shalat di Malam Lailatul Qodar
“عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ…”. رواه البخاري”
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda:
Barangsiapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari.”
Penjelasan
Dalam hadis ini terdapat kabar gembira yang agung dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang yang diberi taufik dalam berpuasa di bulan Ramadhan seluruhnya ketika mampu disertai dengan (‘iman dan ihtisab’).
Yang dimaksud dengan orang yang berpuasa di sini adalah orang yang berpuasa karena membenarkan adanya perintah puasa, meyakini kewajibannya, takut akan dihukum jika meninggalkannya, dan mengharapkan pahala yang besar atas puasanya. Inilah sifat seorang mukmin.
Siapa saja yang berpuasa Ramadhan dengan cara yang disyariatkan, disertai dengan beriman kepada Allah dan mengikuti apa yang diwajibkan Allah kepadanya, lalu berharap pahala dan ganjarannya dari Allah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keutamaan malam Lailatul Qadar. Siapa saja yang menghidupkan malam yang diberkahi ini dengan shalat dan membaca Al-Qur’an, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu, selain dosa yang berkaitan dengan hak-hak manusia, karena ijma’ (kesepakatan ulama) telah menetapkan bahwa hak-hak tersebut tidak akan gugur kecuali dengan keridhaan mereka yang terzholimi.
Dalam hadits ini dijelaskan bahwa syarat mendapatkan ampunan adalah dengan ‘iman dan ihtisab’, yaitu membenarkan dan meyakini keutamaan malam ini, keutamaan beramal di dalamnya, dan mengharap wajah Allah dalam beribadah padanya.
Balasan disebutkan dalam bentuk kata kerja lampau (diampuni), padahal pengampunan terjadi di masa depan. Ini menunjukkan bahwa hal itu pasti terjadi dan pasti terwujud sebagai karunia dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya.
Dalam hadis ini terdapat dorongan untuk melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan. Di dalamnya juga terdapat dorongan untuk ikhlas dan mengharap pahala dalam beramal.
Hadits Selanjutnya
Daftar Isi
